Selasa, 15 Juni 2010

Jamaah Korban Tol Berburu Keadilan
 
Proses mediasi pembebasan tanah untuk proyek pembangunan tol Mojokerto-Kertosono tidak berhasil mempertemukan kesepakatan. Polemik antara Jama’ah Korban Tol dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) akhirnya berlanjut ke persidangan.
“Karena mediasi tidak menghasilkan perkembangan serta atas permintaan dari pihak penggugat maka mediasi ditetapkan untuk dihentikan” kata Sarwedi, Ketua Pengadilan Negeri Jombang, Rabu (9/6).
Kalimat tersebut sekaligus menandai berakhirnya proses mediasi atas polemik yang terjadi antara Jama’ah Korban Tol dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dalam proses pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan jalan trans java. Dalam kelanjutannya, sidang disepakati akan diadakan dua minggu kemudian, yakni Rabu (23/6) mendatang.
Mediasi adalah tahapan untuk mendamaikan pihak yang berseteru dengan jangka waktu maksimal yang disediakan selama empat puluh hari. Sebelumnya, Jama’ah Korban Tol yang diwakili kuasa hukumya,
Ahmad Rifa’I, melakukan gugatan terhadap Sekretaris Daerah Jombang, Munif Kusnan selaku ketua tim P2T. Gugatan tersebut terkait dengan proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol di sejumlah desa.
Menurut Ahmad Rifai, kuasa hukum korban tol, prosedur pembebasan lahan oleh Panitia Pembebasan Tanah (P2T) beserta Tim Pengadaan Tanah (TPT) tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur Peraturan Presiden (Perpres) 36/2005 jo 65/2006 dan Peraturan Kepala BPN Nomor 3/2007.
Karena itu, ujar Rifai, keputusan untuk melanjutkan pada tahap persidangan merupakan pilihan terbaik. “(Keputusan) itu saya kira tepat, karena memang kalau tidak ada titik temu, tidak ada perdamaian untuk apa? Kalau selalu mediasi-mediasi tetapi tidak menemukan perdamaian ya memang harus ke pokok perkara. Itu akan jauh lebih efektif,” ujarnya.
Rifai menjelaskan, pihaknya menggugat Panitia Pembebasan Tanah (P2T) yang berada di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Jombang dengan pasal perbuatan melawan hukum. Hal ini terkait proses pembebasan tanah oleh P2T yang dianggap belum memenuhi mekanisme yang sudah diatur dalam pasal 1320 dan pasal 1338 Kitab Undang-undang hukum (KUHP) Perdata tentang syarat sahnya jual beli.
Menurutnya, harga tanah untuk pembebasan lahan sebagai bagian penting dari pelaksanaan pembangunan jalan tol ditentukan secara sepihak. “Rasionalitas hukumnya tidak ada disini. Mestinya orang mau beli tanah ya nanya dulu, tawar menawar dulu, Tanahmu mau dibeli segini mau ngga?” ujar Rifai.
Menanggapi kemungkinan peluang yang terjadi di persidangan nanti, Rifai mengaku optimis dapat membuktikan gugatan. Hal ini karena yang diajukannya adalah persoalan dasar hukum. Keadilan bagi jamaah korban tol siapkan didapatkan dengan berdasar pada bukti-bukti yang kuat.
Sementara, Agus Purnomo dari bagian hukum Pemerintah Kabupaten Jombang menjelaskan, pihaknya hingga saat ini masih menunggu gugatan. Pihaknya pun mengaku yakin tidak menyalahi prosedur pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Kerstosono – Mojokerto.
“Yang jelas khan menunggu mereka, maunya apa mereka. Sampai saat ini kalau melihat gugatannya, mereka mempersoalkan jual beli. Padahal, kalau melihat perpres 36 maupun peraturan kepala BPN tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum itu menyangkut pelepasan hak. Tetapi mereka mintanya menggugat ke persoalan jual beli,” ujarnya. (Mtb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar anda disini >