Minggu, 23 Mei 2010

Gurita Yang Harus Di lawan Komitmen

Susno Duadji akhirnya ditahan Kepolisian. Peniup peluit kasus mafia pajak yang diduga melibatkan aparat pegawai pajak, kepolisian, kejaksaan dan hakim ini disangka menerima suap terkait kasus mafia hukum dalam penanganan kasus penangkaran ikan arwana PT Salmah Arwana Lestari di Rumbai, Riau.
Terlepas dari benar tidaknya sangkaan kepada Susno Duadji yang membuatnya harus 'menginap' pada sebuah tempat yang disiapkan penyidik, ada fakta yang tidak dapat lagi kita bantah. Mafia hukum telah merasuki sendi-sendi bangsa ini.
Sebelumnya, jauh sebelum kasus mafia pajak yang melahirkan aktor Gayus P Tambunan, serta kasus mafia hukum yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan Agung, muncul istilah mafia kasus. Markus (makelar kasus) begitu nyaring terdengar pada kuartal akhir tahun 2009. Istilah markus muncul kala terbongkarnya skenario pelemahan terhadap institusi KPK.

Adanya praktek makelar kasus dan mafia hukum kiranya bisa menjadi jawaban atas pertanyaan, kenapa hingga kini bangsa Indonesia tak kunjung mampu memberantas korupsi. Hingga kini, kasus kasus korupsi masih menggurita dan aktor-aktorya pun masih banyak yang bebas berkeliaran.
Mengaca pada hasil Survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang diadakan oleh Transparency International Tahun 2009, IPK Indonesia memperoleh skor 2,8. Skor ini lebih baik daripada skor pada tahun 2008 yang hanya 2,6. Namun, Indonesia masih termasuk negara yang tingkat korupsinya sangat parah dan di kawasan Asean masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Semua upaya pemerintah dalam memberantas korupsi tak mampu mengubah persepsi yang negatif tentang korupsi. (kompas, 12 Mei 2010).
Mafia hukum di Indonesia seolah sudah berjalan secara sistemik dan melibatkan banyak pelaku korupsi. Hal ini tentu berdampak pada sulitnya pengusutan kasus korupsi. Dalam sebuah perbincangan di Jombang beberapa waktu lalu, Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut, carut marut kondisi bangsa khususnya masalah hukum sangat berdampak pada susahnya penyelesaian kasus korupsi.
Maka, tak salah jika kini publik mulai meragukan komitmen pemerintah untuk memerangi korupsi. Karena komitmen yang tidak cukup kuat, maka pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi hal yang mustahil untuk dilakukan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kepemimpinan bangsa yang kuat dan berani, sekaligus bersih. Tanpa kepemimpinan seperti itu, mustahil pemberantasan korupsi dan penyelesaian kasus 'permainan' hukum di Indonesia bisa dilakukan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar anda disini >