Kondisi hutan yang rapuh dan dampak perubahan iklim menambah potensi terjadinya bencana alam di Kabupaten Jombang. Bencana alam tersebut berupa banjir dan tanah longsor.
Setelah melakukan penelitian selama 2 bulan untuk melakukan penilaian terhadap resiko bencana di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam dan Desa Kademangan Kecamatan Mojoagung, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Jombang menyimpulkan, tingkat resiko bencana alam di dua Desa tersebut cukup tinggi.
Kesimpulan tersebut disampaikan dalam Workshop Hasil Risk Assesment (Penilaian Resiko Bencana) di Desa Jarak dan Desa Kademangan di Homestay Cempaka Mas Jombang, Selasa (25/5). Ratusan peserta dari kedua Desa tersebut turut mengikuti pemaparan hasil penilaian resiko bencana di Desa mereka.
Hasil risk assessment di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam disampaikan Zainul Arif, anggota tim peneliti di wilayah Desa tersebut.
Menurut Zainul, dari data yang dikumpulkan dengan metode observasi, pemetaan wilayah, live in, wawancara, diskusi terfokus dan pengambilan sampling, di wilayah Desa yang berada di pegunungan Anjasmoro tersebut memiliki tingkat resiko bencana yang cukup tinggi. “Tingkat resiko bencana masyarakat Desa Jarak sangat tinggi jika diukur dari nilai exposure, kerapuhan, ketidaktahanan, bahaya,” ujarnya.
Temuan tersebut, kata Zainul, didasarkan pada variabel yang mengkaji pada indikator mata pencaharian, serta indikator bahaya dan kerentanan. “Untuk indikator bahaya, kita mengkaji seberapa sering bencana terjadi di wilayah Jarak dan bagaimana dampak kepada masyarakat,” jelasnya.
Zainul mengungkapkan, berdasarkan fakta sejarah kebencanaan yang terjadi di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam, wilayah tersebut menyimpan potensi bencana yang patut diwaspadai semua pihak. Ia menyebutkan, pada tahun 1984 pernah terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor yang menyebabkan 4 ternak hilang, 3 jembatan hilang dan 10 rumah hilang.
Pada 2004 terjadi bencana serupa yang menyebabkan 5 rumah penduduk rusak, 22 ternak kambing dan 3 jembatan hilang, serta 2 plengsengan rusak berat dan 17 Hektar kebun warga hilang sepanjang DAS. Disamping itu, bencana tersebut juga menyebabkan jalan hilang atau putus sepanjang 175 m.
Sedangkan, pada tahun 2006, 2 jembatan rusak dan 26 rumah hilang akibat banjir dan tanah longsor. Bencana alam tersebut menyebabkan sebuah tempat ibadah juga rusak, 3 Plengsengan rusak berat, 26 ternak hilang dan kebun warga hilang. “Saat itu kerugian ditaksir sampai Rp. 1,4 Milyar. Itupun belum termasuk kerugian psikologi dan tenaga sukarela warga untuk upaya normalisasi jalan dan jembatan,” jelas Zainul Arif.
Dari hasil risk assessment tersebut, tim peneliti dan masyarakat desa Jarak merekomendasikan beberapa langkah sebagai bentuk antisipasi bencana alam di wilayah Desa Jarak. Rekomendasi itu diantaranya, peningkatan pengetahuan warga tentang penguasaan teknik pertanian organik berwawasan konservasi lingkungan. “Selain itu, perlu juga untuk memperkuat analisis preventif terkait dengan situasi emergensi kebencanaan fasilitas umum, seperti jalan, drainase, teras siring, plengsengan, jembatan, terkait dengan longsor, banjir,” ujar Zainul Arif. (Ms)
Kesimpulan tersebut disampaikan dalam Workshop Hasil Risk Assesment (Penilaian Resiko Bencana) di Desa Jarak dan Desa Kademangan di Homestay Cempaka Mas Jombang, Selasa (25/5). Ratusan peserta dari kedua Desa tersebut turut mengikuti pemaparan hasil penilaian resiko bencana di Desa mereka.
Hasil risk assessment di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam disampaikan Zainul Arif, anggota tim peneliti di wilayah Desa tersebut.
Menurut Zainul, dari data yang dikumpulkan dengan metode observasi, pemetaan wilayah, live in, wawancara, diskusi terfokus dan pengambilan sampling, di wilayah Desa yang berada di pegunungan Anjasmoro tersebut memiliki tingkat resiko bencana yang cukup tinggi. “Tingkat resiko bencana masyarakat Desa Jarak sangat tinggi jika diukur dari nilai exposure, kerapuhan, ketidaktahanan, bahaya,” ujarnya.
Temuan tersebut, kata Zainul, didasarkan pada variabel yang mengkaji pada indikator mata pencaharian, serta indikator bahaya dan kerentanan. “Untuk indikator bahaya, kita mengkaji seberapa sering bencana terjadi di wilayah Jarak dan bagaimana dampak kepada masyarakat,” jelasnya.
Zainul mengungkapkan, berdasarkan fakta sejarah kebencanaan yang terjadi di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam, wilayah tersebut menyimpan potensi bencana yang patut diwaspadai semua pihak. Ia menyebutkan, pada tahun 1984 pernah terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor yang menyebabkan 4 ternak hilang, 3 jembatan hilang dan 10 rumah hilang.
Pada 2004 terjadi bencana serupa yang menyebabkan 5 rumah penduduk rusak, 22 ternak kambing dan 3 jembatan hilang, serta 2 plengsengan rusak berat dan 17 Hektar kebun warga hilang sepanjang DAS. Disamping itu, bencana tersebut juga menyebabkan jalan hilang atau putus sepanjang 175 m.
Sedangkan, pada tahun 2006, 2 jembatan rusak dan 26 rumah hilang akibat banjir dan tanah longsor. Bencana alam tersebut menyebabkan sebuah tempat ibadah juga rusak, 3 Plengsengan rusak berat, 26 ternak hilang dan kebun warga hilang. “Saat itu kerugian ditaksir sampai Rp. 1,4 Milyar. Itupun belum termasuk kerugian psikologi dan tenaga sukarela warga untuk upaya normalisasi jalan dan jembatan,” jelas Zainul Arif.
Dari hasil risk assessment tersebut, tim peneliti dan masyarakat desa Jarak merekomendasikan beberapa langkah sebagai bentuk antisipasi bencana alam di wilayah Desa Jarak. Rekomendasi itu diantaranya, peningkatan pengetahuan warga tentang penguasaan teknik pertanian organik berwawasan konservasi lingkungan. “Selain itu, perlu juga untuk memperkuat analisis preventif terkait dengan situasi emergensi kebencanaan fasilitas umum, seperti jalan, drainase, teras siring, plengsengan, jembatan, terkait dengan longsor, banjir,” ujar Zainul Arif. (Ms)
Foto: Zainul Arif anggota tim peneliti di Desa Jarak Wonosalam, memaparkan hasil penilaian resiko bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar anda disini >